Setelah menyelesaikan semua pekerjaan di rumah kosong seperti membersihkan lantai, menyapu halaman dan menaruh barang-barang yang penting dikamar.
Barang pentingnya adalah perlengkapan tidur dan kipas angin super adem dan nyaman.
Beberapa saat mereka duduk bersila berhadapan berduaan di kamar.
Mitha malu dan berpikiran kemana-mana saat berhadapan dengan Hella.
"Gimana nih? aduh.... Sebenarnya aku terlalu bisa ngobrol sama cowo. Ditambah lagi cuma berduaan, DI KAMAR LAGIIII!!!"
Hella yang tidak mengerti dengannya hanya bilang.
"Kenapa mukamu merah?"
"EHH?! Ga kok, gapapa."
"Hmmm...."
"...."
Mitha hanya terdiam sambil menahan malunya lalu Hella memulai pembicaraan serius kepada Mitha.
"Jadi gimana? Kapan kita bisa mulai?"
"Hah?! Mulai? Oh iyaa... Anu..."
Hella yang tidak suka bertele-tele langsung memarahinya.
"Cepatlah ngomong!"
"Ituu... Kita belum mandi beberapa hari ini, mending mandi terus kita juga belum makan. Kalau emang udah merasa nyaman baru kita mulai. Aku juga bingung sebenarnya mau gimana."
"Benar juga sih."
Mitha menelan ludah dan masih gugup.
"Iyakan, urusan kita aja masih belum selesai. Mending selesaikan dulu deh."
"Iya iya."
Hella berdiri lalu berjalan keluar dari kamar.
"Aku mau jalan bentar, gapapa kan ditinggal?"
"I-iya gapapa."
Setelah Hella didepan pintu kamar, langkah kaki selanjutnya dan seterusnya, dia tiba-tiba berpindah tempat lain. Yaitu rumah Hella sendiri.
Hella berada di bagian dapur rumahnya, mengambil tempe dan tahu di kulkas. Memotongnya menjadi bagian kotak-kotak lalu merendamnya di tempat berisi air. Memasukkan bumbu penyedap lalu meninggalkannya dulu untuk sementara.
Hella menyalakan api kompor, menaruh panci, menuangkan minyak goreng dilanjut dengan menaruh telur ayam disana, dengan cepat mengambil nasi di dalam tudung yang masih hangat dan banyak.
Menuangkan nasi ke dalam panci berisi, Hella mengaduk-aduknya sampai telurnya rata tercampur dengan nasi, kemudian memberikan bumbu penyedap dan juga kecap manis serta minyak bawang.
Mengaduk-aduknya kembali kemudian Hella mengambil tiga piring lalu menuangkannya ke dalam piring-piring tersebut.
Dilanjut memasak tempe dan tahu tadi yang sudah direndam.
Tengah-tengah kesibukannya, ada anak perempuan kecil yang berusia sekitar tiga tahun menghampiri Hella kedapur.
"Papa?"
Hella melihat kebelakang, perempuan kecil berambut panjang sebahu dan mempunyai pipi gemuk. Dia adalah anak terlantar yang Hella pungut saat dia masih berusia satu tahun.
"Kakak ela, Cia."
Adek lucu Cia berlari kesenangan melihat Hella, Hella dengan cepat mematikan kompor lalu meraihnya. Mengendong lalu lempar-lempar ke langit dengan lembut.
Cia kegirangan dan Hella juga terlihat tersenyum.
Hella menurunkan Cia kelantai lalu Cia memeluk kaki Hella.
"Cia belum makan kan?"
"Belum."
"Bentar ya, kakak ngurusin makanannya dulu ya, nanti kakak pulang baru kita main bareng."
Cia melepas pelukannya lalu berlari meninggalkan Hella.
Hella tersenyum, mengambil tempe dan tahu lalu menyaring minyaknya.
Suara teriakan Cia terdengar sampai ke dapur.
"Kakkk!!! Ada papa didapur!!!"
Hella hanya bisa terdiam pasrah karena sudah wajarnya dia begitu, dengan cepat mengurus menyalin tempe tahu ke piring, menyiapkan sendok dan minuman untuk mereka.
Suara kaki mereka yang terdengar jelas. Hella menaikkan celana lalu berlutut, menyambut mereka.
Kakak perempuan kembarnya Cia berlari bersamaan, yang paling tua adalah berambut panjang dan adiknya berambut pendek, mereka terlihat mirip tanpa ada pembeda dari penampilan. Tapi yang membedakan jelas mereka adalah dari sifat.
Hella membuka lebar tangannya lalu mereka berdua bersama meraih tangan Hella dan memeluknya.
Hella juga memeluk mereka, Cia yang terlambat berusaha untuk cepat-cepat menghampiri Hella. Dia berlari dan loncat kebelakang Hella.
Kembar berambut panjang melepas pelukannya dan menarik-narik tangan Hella.
"Ayo mainnnnn."
"Nanti, kakak cuma pulang bentar doang. Kakak masih ada kerjaan."
"Gamauu, lamaaa!!!"
"Nanti Kania. Makan dulu yuk, kakak udah masakin loh."
Kembar berambut pendek bilang ke Kania.
"Ayok makan, lapar aku."
"Yok makan, Kiana."
Mereka berdua lari dan langsung duduk di kursi.
Si kecil, Cia yang tertawa sendiri dibelakang, Hella mengendong membawanya ke kursi.
Kemudian mereka makan bersama, Hella yang tersenyum dengan kasih sayangnya menyuapi Cia.
Sesaat kemudian, Mitha yang sendirian bingung mau ngapain selain main hp.
"Mau ngapain ya?"
Suara gemuruh dari perut Mitha.
"Makan aja deh."
Mitha mengeluarkan satu kotak ukuran Medium dan satu kotak kecil, saat kotak ukuran Medium dibuka ada daging Wagyu yang memenuhi kotak, dipotong kecil-kecil serta di lumurin dengan Saus Lada Hitam. Kemudian Mitha membuka kotak kecil yang berisi nasi penuh.
"Duhhh, sebenarnya aku udah bosan makan ini."
Tiba-tiba dia kepikiran Hella yang belum datang ke rumah.
"Apa aku sama-sama aja makannya bareng dia?"
Dengan pipinya yang memerah berkata.
"GAAKKK, YAKALI... MALOOO AKOO!!!"
Tak lama kemudian suara pintu depan terbuka lalu ditutup. Hella datang lalu tiba didepan pintu, menanyakan.
"Ngapain?"
Muka Mitha semakin memerah dan Hella bingung mukanya merah seperti Cabe.
"Anu, Mau makan bareng gak..."
Hella menghampirinya lalu duduk berhadapan diantara kotak makan.
Hella yang tidak mengerti soal makanan bertanya kepada Mitha.
"Masakan apa itu?"
"Ini? Ini namanya Daging Wagyu terus dipotong jadi kecil-kecil terus dikasih saus lada hitam."
Hella terkejut merasa dirinya disambar petir, dalam hatinya berkata.
"Malu banget aku jadi laki-laki gapunya apa-apa. Makanan seenak ini bisa aku nikmatin dengan gratis, ditambah lagi harga Daging Wagyu nya aja nyampe lima ratus ribu rupiah perkilonya. Makan ga ya...ditawarin juga nih sebenarnya tapi, harga diriku sebagai laki-laki ilang karena masalah ini."
Mitha memiringkan kepala kebingungan karena Hella diam tiba-tiba seperti patung.
"Kak Hella?"
"Hah..a..iya aku makan bareng kamu."
Mitha mengeluarkan dua sendok dari tasnya.
"Kebetulan aku punya dua sendok jadinya satunya kakak yang pakai."
Hella meraih sendoknya sedangkan Mitha makan duluan. Hella masih saja merasa harga dirinya hilang.
"Gini banget ya hidupku. Laki-laki mana yang ga terinjak harga dirinya setelah mengetahui perempuannya lebih kaya dibanding dirinya."

Beberapa hari lalu sebelum berangkat, Saat berada dirumah Celis yang telah ditempatkan ke kasur kamarnya. Keadaan Celis saat itu, pendarahan di perutnya sudah berhenti tapi perutnya tidak bisa beregenerasi seakan-akan setiap regenerasi nya terus dilahap perlahan.
Mereka bertiga bingung harus ngapain untuk kedepannya.
Shintia yang berusaha keras memikirkan jalan keluarnya bertanya kepada Mitha dan Hella.
"Kalian berdua punya teman ga atau apa gitu kek yang bisa sembuhin Celis, butuh secepatnya kalau ga—"
Suara dari belakang mereka yang mereka tidak pernah dengar memotong pembicaraan Shintia.
"Dia akan mati."
Mereka bersamaan membalik badan melihat asal suara tersebut. Ternyata dia adalah Ferra, orang yang menembak perut Celis saat melawan Suo. Dia terlihat tersenyum tipis.