Bab 27 – Di Balik Selubung Cahaya dan Pertanyaan Para Tetua
Elara melangkah memasuki Lumina'val dengan perasaan campur aduk. Udara yang familier dan cahaya lembut yang menyelimuti lembah terasa menenangkan, namun bayangan Ruhosi yang menjauh dan tatapan waspada para penjaga masih membekas di benaknya. Bunga bulan sabit di tangannya terasa seperti satu-satunya bukti nyata dari petualangan singkat namun menegangkan yang baru saja ia alami.
Lyris sudah menunggunya tak jauh dari gerbang, wajahnya menunjukkan kelegaan saat melihat Elara selamat.
"Elara! Syukurlah kau kembali!" Lyris segera memeluknya. "Bagaimana perjalananmu? Kau berhasil?"
"Aku berhasil, Lyris," jawab Elara sambil menunjukkan bunga bulan sabit yang masih segar. "Tapi… ada sesuatu yang terjadi di hutan."
Wajah Lyris berubah serius. "Sesuatu? Apa itu?"
Mereka berjalan menuju kuil utama, tempat Tetua Elarael biasanya bermeditasi. Elara menceritakan pertemuannya dengan Gorok, dan bagaimana seorang anak laki-laki aneh bernama Ruhosi tiba-tiba muncul dan menyelamatkannya. Ia menjelaskan tentang aura campuran Ruhosi, tingkah lakunya yang konyol, namun juga keberanian dan ketulusannya. Ia tidak menyembunyikan apapun, termasuk bagaimana Ruhosi mengantarnya hingga perbatasan.
Lyris mendengarkan dengan saksama, alisnya sesekali terangkat. "Seorang anak dengan aura campuran cahaya dan kegelapan? Dan dia menyebut dirinya Ruhosi?" gumam Lyris lebih pada dirinya sendiri.
Mereka tiba di hadapan Tetua Elarael yang sedang duduk tenang di bawah Pohon Cahaya Abadi. Tetua itu membuka matanya yang setua bintang, menatap Elara dengan sorot lembut namun tajam.
"Selamat datang kembali, Anak Cahaya," suara Tetua Elarael terdengar menenangkan. "Kau membawa aroma petualangan dan… sesuatu yang lain."
Elara menyerahkan bunga bulan sabit itu dengan hormat. "Saya berhasil membawanya, Tetua. Sesuai pesan Anda."
Tetua Elarael menerima bunga itu, kelopaknya bersinar semakin terang di tangannya. "Kerja bagus, Elara. Keberanianmu patut dipuji." Lalu, tatapannya beralih pada Elara. "Sekarang, ceritakan padaku tentang 'sesuatu yang lain' itu."
Dengan sedikit gugup, Elara kembali menceritakan pertemuannya dengan Ruhosi, disaksikan oleh Lyris dan beberapa tetua lain yang kini ikut berkumpul, tertarik oleh aura yang berbeda dari biasanya di sekitar Elara. Para tetua mendengarkan dalam diam, wajah mereka sulit ditebak. Tatapan mereka tertuju pada liontin matahari separuh di leher Elara yang masih memancarkan kehangatan samar.
Ketika Elara selesai bercerita, keheningan menyelimuti ruangan itu sejenak.
"Ruhosi…" Tetua Elarael mengulang nama itu pelan. "Nama yang membawa gema dari masa lalu yang terlupakan. Dan kau katakan, Bintang Kembar Merah telah muncul di langit?"
Elara mengangguk. "Benar, Tetua. Sangat jelas."
Para tetua saling pandang. Bisikan-bisikan pelan mulai terdengar. Bintang Kembar Merah adalah pertanda penting dalam ramalan kuno mereka.
"Anak ini… Ruhosi," lanjut Tetua Elarael, "dia yang menolongmu, namun membawa aura yang begitu bergejolak. Darah campuran seringkali membawa takdir yang tak terduga, dan tak jarang, membawa serta kekacauan."
"Tapi dia baik, Tetua!" sela Elara, sedikit membela. "Dia konyol dan banyak tanya, tapi dia tulus menolongku. Aku bisa merasakannya."
Tetua Elarael tersenyum tipis. "Hati seorang anak seringkali lebih peka melihat kebenaran, Elara. Namun, kita tidak bisa mengabaikan potensi bahaya. Untuk saat ini, Lumina'val harus tetap terjaga. Kehadiran orang luar, terutama dengan kekuatan yang tidak kita pahami sepenuhnya, bisa mengganggu keseimbangan yang telah kita jaga selama berabad-abad."
Ia menatap Elara dengan lembut. "Kau telah melakukan tugasmu dengan baik, dan kau selamat. Itu yang terpenting. Tentang anak laki-laki itu… biarlah takdir yang menentukan jalannya sendiri. Tugasmu adalah terus belajar dan mengasah cahaya dalam dirimu. Mungkin suatu hari nanti, kau akan mengerti mengapa jalanmu dan jalannya sempat bersinggungan."
Elara merasa sedikit kecewa karena para tetua tampak begitu berhati-hati, namun ia mengerti. Ia menundukkan kepalanya. "Baik, Tetua."
Malam itu, Elara duduk di balkon kamarnya, menatap Bintang Kembar Merah yang bersinar terang di langit. Ia menyentuh liontinnya. Meskipun para tetua bersikap waspada, Elara merasa pertemuan dengan Ruhosi bukanlah sebuah kebetulan. Ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi. Dunia di luar Lumina'val tidak lagi terasa sebagai tempat yang jauh dan menakutkan, melainkan tempat di mana takdirnya mungkin sedang menunggu. Dan ia bertanya-tanya, apa yang sedang dilakukan Ruhosi sekarang?