Cherreads

Reincarnated as a War Bringer Prince

Roguebreaker
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
636
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - Chapter 1

Kisah ini dimulai dengan aroma embun masih mengantung di jendela kaca mobil dan dingin masih terasa menusuk kulit pagi hari ini.

Suara keras mobil hitam meraung sepanjang jalanan Jakarta, entah kenapa pagi hari ini terasa sepi, tidak ada kemacetan yang membuat jalan merayap.

Mobil itu berhenti di depan sebuah gedung pencakar langit, penjaga gedung segera membuka pintu mobil, "selamat pagi, Tuan Direktur," sapanya dengan senyum lebar.

"Pagi, Pak Hans," pria itu keluar dari mobil hitamnya, "ini kuncinya."

Kunci kemudian terima dengan tangan kanan Hans, "baik, Tuan Direktur. Semoga hari anda menyenangkan," ucapnya sambil memberi hormat.

Pria itu segera meninggalkan Hans, ia melangkah tenang menuju pintu masuk gedung tinggi di depannya.

Hans menatap punggung pria tadi, "Direktur Utama XQO Holdings, memang berbeda. Beliau membangun XQO dari bawah hingga sukses seperti sekarang," kata Hans yang kemudian masuk ke dalam mobil.

Ia menyalakan mobil itu, "saatnya menuju tempatmu, kawan," dengan tenang, Hans mengendarai mobil itu menuju tempat parkir gedung XQO.

Di depan pintu, seorang wanita dengan blazer hitam sudah menunggu pria tadi, "pagi, Tuan Direktur," sapanya dengan penuh senyuman lembut.

"Pagi, Seketaris Tysa," ucap pria itu dengan tatapan tenang, "kenapa kamu ada di sini?"

Tysa menyodorkan sebuah berkas, "laporan bulan kemarin yang anda minta, Tuan."

"Ya, tapi kenapa kamu malah menyerahkannya di sini, Nona Tysa?" Tanya pria itu sambil menerima berkas dari Tysa.

Tysa sedikit tertawa, "entah kenapa hari ini, aku ingin memberinya di tempat ini, Tuan Direktur," jawabnya tak bisa menyembunyikan tawa.

"Kau ini, baiklah laporan ini, aku terima," kata pria itu, "namun jangan ulangi lagi, menyerahkan berkas di sini, mengerti, Nona Tysa?"

Tysa mengangguk ringan, "maafkan saya. Silakan masuk, Tuan Direktur."

"Ya, tidak masalah. Kalau begitu aku masuk lebih dahulu," kata pria itu, "semoga harimu menyenangkan, Nona Tysa."

"Anda juga, Tuan Direktur."

Pria itu masuk ke dalam gedung, meninggalkan Tysa seorang diri.

Saat ia berjalan melewati melewati lobi gedung, semua karyawan yang melihatnya memberi hormat.

Dia kemudian menuju lift khusus gedung, ia menekan nomor lantai seratus enam puluh lima.

Lift itu tertutup, listrik mulai menggerakkan naik benda itu, menuju lantai tertinggi gedung ini.

Suara lift berdenting, pria itu keluar, kemudian berjalan menuju ruangannya yang berada di ujung.

Ia membuka pintu ruangan, kemudian menuju kursi duduknya, beberapa dokumen tertumpuk di atas meja.

Belum beberapa menit, ia duduk, suara telpon di dekatnya berdering, "hallo, dengan Direktur Utama di sini, ada apa?"

"Selamat pagi, Tuan Direktur. Nona Lyna ingin bertemu anda," kata seorang operator telpon gedung ini.

Pria itu mengetuk pelan meja kaca, menciptakan suara ketukan halus, "bawa dia kemari," jawabnya dengan tenang.

"Baik, Tuan Direktur," jawab operator telpon itu.

Pria tadi kemudian menutup telponnya, matanya beralih ke luar gedung, bangunan-bangunan tinggi menghiasi pemandangan kota Jakarta.

Tak lama kemudian, suara ketukan pintu terdengar, "ini saya, Tuan Direktur," katanya dengan.

"Masuk," jawab pria itu dengan singkat.

Seorang wanita membuka pintu, kemudian seorang anak kecil berlari ke arah pria itu, "Ayah angkat," teriaknya.

"Lyna, kenapa kau di sini?" Tanya pria itu, "bukankah kamu masuk sekolah hari ini?"

Lyna berlari memeluk erat ayah angkatnya, "aku ingin bertemu ayah angkat sebelum berangkat," jawabnya dengan senyum polos.

"Baiklah, terserah kamu," pria itu menangkat tubuh putri kecilnya, "kembalilah terlebih dahulu."

Wanita tadi mengangguk setuju, "baik, Tuan Direktur."

Lyna Taksaka, seorang anak kecil dari panti asuhan Kasih Sayang, ia di asuh oleh Direktur Utama XQO Holdings, dan memakai nama keluarga Taksaka.

Lyna menangis pelan dalam pelukan ayah angkatnya, "kenapa ayah angkat selalu pergi sebelum aku bangun tidur," katanya pelan dengan air mata menetes di kemeja hitam.

"Maafkan Ayah, Putriku," ia mengendong Lyna keluar dari ruangannya, "Ayahmu ini memiliki urusan yang tidak bisa ditinggalkan, kamu juga tahu itu."

Anak itu masih menanggis dalam pelukan ayahnya, "aku mengerti, Ayah Angkat."

Keduanya kini sudah menuruni lift istimewa gedung, beberapa karyawan menyapa.

Pria itu keluar dari gedung menuju mobil putih yang ada di depan, seorang pria tua mendekat, "pagi, Tuan, biar saya yang menggendong nona muda."

"Tidak masalah, Tuan Aris. Anak ini hanya kangen ayahnya," pria itu kemudian melangkah mendekati mobil.

Aris membuka pintu mobil putih dengan tangan kanannya, "silakan, Tuan," katanya.

"Terima kasih, Tuan Aris," ia kemudian menaruh Lyna di kursi duduk, "dengarkan gurumu di sekolah ya."

Lyna mengangguk namun air mata masih mengalir, "baik, Ayah Angkat," katanya dengan tersedu.

"Anak ayah, tidak boleh cengeng, oke?" Ucapnya sambil menyeka air mata yang keluar dari Lyna.

Lyna menyentuh lembut tangan ayah angkatnya, "aku mengerti, Ayah Angkat."

Pria itu kemudian menutup pelan pintu mobil, "hati-hati di jalan, Tuan Aris."

"Baik, Tuan. Saya tidak akan membuat nona muda dalam bahaya," jawab Aris dengan mantap.

Pria itu mengangguk, Aris kemudian masuk ke dalam mobil, Lyna melambai pelan pada ayah angkatnya.

Mobil putih itu kemudian berangkat meninggalkan gedung XQO, pria tadi kembali naik menuju ruangannya.

Matahari mulai sejajar dengan sudut sembilan derajat, panasnya mulai terasa siang ini.

"Tysa, segera ke ruanganku."

"Baik, Tuan Direktur," jawab singkat Tysa.

Tak berselang lama, suara ketukan pintu terdengar, "masuk."

"Apa yang anda perlukan, Tuan Direktur?" Tanya Tysa sambil menatap Direkturnya.

Pria itu menatap mata emas Tysa, "apa jadwalku siang ini, Nona Tysa?"

"Jadwal anda siang ini, rapat rutin bersama kepala pejabat informasi, direktur keuangan, dan satu board member XQO Holdings," jawab Tysa dengan mantap.

Pria itu mengangguk, "baiklah," katanya dengan singkat namun jelas.

"Ada yang anda butuhkan lagi dari saya, Tuan Direktur?" Tanya Tysa memastikan.

Pria itu menggeleng ringan, "tidak ada, Nona Tysa."

Tysa mengangguk, "kalau begitu, saya permisi, Tuan Direktur."

"Silakan, Nona Tysa."

Tysa mengangguk hormat, kemudian meninggalkan ruangan.

Hening kembali memenuhi ruangan, telpon pria itu berdering pelan, ia menangkat telpon itu, "hallo?"

"Hallo, bagaimana dengan akusisi perusahaan Anihc?" Tanya langsung lawan bicaranya.

Pria itu menatap dokumen yang sudah ia tanda tangani, "saya masih memikirkannya, Tuan Malaka."

"Ah, Tuan ini bagaimana?" Dengus Malaka, "perusahaan yang saya sebutkan tadi berada diambang kebangkrutan lho."

Pria itu menghela nafas panjang, "akan saya berikan kabar malam ini, Tuan."

"Baiklah, Tuan," ucap Malaka dengan nada tinggi, "namun jangan salahkan saya, jika orang lain yang akan mengambil alih."

"Ya, Tuan Malaka. Saya mengerti."

Telpon segera tertutup, setelah pembicaraan keduanya selesai.

Malaka, seorang broker, informan yang dapat dipercaya oleh para elite di Indonesia.

Ia kini berada di sebuah gudang terbengkalai, "sialan kau, Direktur Utama XQO Holdings," katanya sambil melempar ponselnya ke tembok.

"Lalu bagaimana sekarang, Pak?" Tanya seorang pria dengan luka melingkar di tangan.

Malaka menghela nafas, "kita hubungi direktur utama perseroan terbatas vylare, katakan padanya, apa dia tertarik mengakusisi perusahaan Anihc, Nuel."

"Baik, Pak. Akan saya laksanakan," jawab Immanuel, yang segera berlari menuju tempat komunisi.

Malaka hanya menatap jauh Immanuel yang perlahan menghilang dari ruangannya, "kita lihat siapakah yang terlebih dahulu mendapatkan perusahaan, yang dulunya salah satu perusahaan dari sembilan naga."

Angin bertiup membawa cerita beralih ke direktur utama XQO Holdings, dia saat ini sedang menuju ruangan untuk rapat rutin.

Ia melintasi lorong-lorong perusahaan, karyawan perusahaan yang melihatnya memberi hormat tulus.

Pintu ruangan rapat terbuka, beberapa sosok penting XQO Holdings telah tiba terlebih dahulu, mereka segera berdiri ketika sang direktur utama memasuki ruangan.

"Bagaimana kabar anda hari ini, Tuan Direktur?" tanya halus seorang wanita dengan blus putih dan rok hitam pendek.

Direktur utama menatap wanita itu dengan tatapan mengalir, "saya merasa hari ini adalah hari terbaik saya, Nona Direktur Keuangan. Bagaimana kabar anda, Nona Elizabeth?" Tanya baliknya pada direktur keuangan.

"Syukurlah kalau begitu, Tuan Direktur. Saya berada di kondisi terbaik hari ini," jawab Elizabeth dengan suara begitu mantap.

Direktur utama mengangguk, kemudian ia beralih menatap kepala pejabat informasi, "bagaimana kabarmu, Tuan Raka? Apakah sudah ada informasi tentang Malaka?"

"Belum ada, Tuan Direktur," Raka menggeleng ringan, "saya belum bisa menemukan asal-usul dari orang yang direktur utama sebutkan."

Direktur utama mengangguk setuju, ia juga menyapa satu board member atau dewan direksi perusahaan.

"Baiklah, kita mulai rapat rutin hari ini, sampaikan laporan kalian, dimulai dari Raka," katanya sambil menatap kepala pejabat informasi.

Raka mengangguk, ia kemudian berdiri tegak, "terima kasih, Tuan Direktur. Atas waktu yang telah diberikan."

Raka kemudian berjalan ke arah tempat presentasi, di belakangnya sebuah layar besar menampilkan saham-saham seluruh perusahaan di Indonesia.

Kepala pejabat informasi berkata, "selamat siang, Tuan Direktur, anggota dewan, dan kolega sekalian. Saya akan menyampaikan laporan performa saham XQO untuk kuartal terakhir."

Ia menampilkan grafik fluktuasi saham di layar, beberapa mata ruangan memperhatikan seksama.

"Per hari ini, saham XQO berada di angka IDR 8.920 per lembar, naik 3,7% sejak penutupan minggu lalu, dan naik 12% sejak awal kuartal."

"Kenaikan ini sebagian besar dipengaruhi oleh akuisisi saham minor dari Perseroan Terbatas milik ArchaTech dan juga penguatan sektor energi digital dalam portfolio kita."

Ia mengklik slide selanjutnya, yang menampilkan grafik-grafik saham dunia.

"Namun, perlu dicatat: ada volatilitas di pasar Asia Tenggara minggu ini karena ketegangan dagang. Investor institusi mulai mengurangi eksposur di sektor real estate—ini bisa berdampak pada anak usaha kita, ZaryaLand."

"Oleh karena itu, kami merekomendasikan peninjauan ulang diversifikasi aset dan penguatan posisi kas menjelang penutupan tahun fiskal."

Ia memandang ke arah Direktur Utama.

"Tuan Direktur, berdasarkan analisis kami, strategi 'pertahanan aset' selama 3 bulan ke depan akan memberikan ruang bagi dividen yang tetap stabil, sambil menjaga kepercayaan investor."

"Apakah kita punya cukup buffer kalau saham Asia anjlok bulan depan?" Tanya Direktur utama.

Kepala pejabat informasi menjawab, "kami telah menyiapkan simulasi dampak. Bahkan dalam skenario terburuk, rasio likuiditas XQO masih berada di atas angka ideal 1,25. Tapi kami butuh persetujuan Anda untuk mempercepat pengalihan dana ke aset cair minggu ini."

"Disetujui, selesaikan semuanya dalam minggu ini, Tuan Raka," kata Direktur utama dengan tegas, "bagaimana dengan dewan direksi?"

Margaretha Yunisia, yang seorang Ketua Dewan mengangguk setuju tanpa komentar, begitupun dengan dewan direksi lainnya.

Raka mengangguk, "terima kasih, Tuan Direktur dan rekan kolega," jawabnya, kemudian berjalan kembali ke tempat duduk.

"Selanjutnya, silakan untuk giliran anda, Nona Elizabeth," kata direktur dengan pandangan lurus ke arah direktur keuangan.

Elizabeth mengangguk, "baik, Tuan Direktur," ia berdiri membawa laptop, berjalan ke tempat presentasi.

Langkahnya anggun, rambut emas panjangnya terikat rapi, ia kini meletakkan laptopnya.

Direktur Keuangan berdiri perlahan, membuka berkas tipis di tangannya dan melirik layar presentasi yang baru menyala.

Direktur Keuangan, "selamat siang, Tuan Direktur dan seluruh hadirin. Saya akan menyampaikan laporan keuangan triwulan ketiga XQO Holdings."

Ia menunjukkan bagan saldo keuangan di layar, latar belakang putih bersih, garis biru tegas.

"Total pendapatan bersih kuartal ini adalah IDR 2,14 triliun, meningkat 9,3% dari kuartal sebelumnya. Kenaikan ini ditopang oleh kontrak baru dari sektor infrastruktur dan kontribusi tambahan dari divisi teknologi."

"Namun, beban operasional juga mengalami kenaikan sebesar 4,7%, sebagian besar disebabkan oleh penyesuaian upah dan biaya logistik internasional."

Ia mengetuk meja ringan dua kali, kemudian melanjutkan dengan nada tegas.

"Laba bersih setelah pajak adalah IDR 478 miliar. Itu berarti margin laba bersih kita tetap stabil di angka 22,3%—masih dalam batas aman."

"Satu hal yang perlu diperhatikan: rasio utang terhadap ekuitas (DER) kita meningkat dari 0,85 ke 1,07. Ini dampak langsung dari proses akuisisi portofolio properti dan pembiayaan ekspansi baru."

"Untuk menstabilkan rasio tersebut, saya merekomendasikan penundaan dividen pada kuartal berikutnya dan pengurangan pengeluaran belanja modal (CapEx) sebesar 12%."

Ia menatap Direktur Utama dengan serius.

"Ini bukan keputusan populer, Tuan Direktur. Tapi ini langkah konservatif untuk menjaga likuiditas dan fleksibilitas keuangan dalam 6 bulan ke depan."

Kemudian Direktur Utama bertanya, "jika kita tunda dividen, apa dampaknya ke sentimen investor?"

Direktur keuangan berkata, "kami perkirakan penurunan jangka pendek pada harga saham sekitar 1—2%, tapi dalam jangka menengah, pasar akan menyambut baik sikap hati-hati kita. Terutama di tengah gejolak global dan nilai tukar yang tidak stabil."

"Baiklah, rencana aku setujui, Nona Elizabeth. Bagaimana dengan yang lain?" kata direktur utama singkat dengan penuh makna.

Dewan Direksi saling menatap satu sama lain, "kami setuju dengan anda, Nona Elizabeth," kata Doktor Zafrul Hidayat, yang seorang Direktur Riset dan Informasi.

Elizabeth mengangguk, "saya berterima kasih untuk persetujuan anda sekalian, Tuan Direktur dan Dewan Direksi."

Rapat rutin kembali dilanjutkan, membahas teknologi kecerdasan buatan yang sedang dikembangkan oleh XQO Holdings hingga perubahan geopolitik yang sedang terjadi di dunia.

"Terima kasih atas kerja keras kalian semua," ungkap syukur direktur utama, "rapat rutin hari ini telah selesai, silakan kembali ke ruangan masing-masing."

Raka, Elizabeth, dan Dewan Direksi mengangguk, "baik, Tuan Direktur."

Ruangan rapat menjadi hening, hanya menyisakan dua sosok yang berdiri saling berhadapan.

To be continue.