Cherreads

Chapter 2 - Chapter 1

(tw! 18+)

Aku tidak tau kalau hari itu Aku melakukan kesalahan fatal dalam hidupku.

 "Aku.. bermimpi buruk!"

Hari itu adalah hari pertama Andrey Arshavin menjalani hari sebagai seorang lelaki. Bukan anak-anak.

...

Gila.. gue beneran mimpiin dia?

Andre menatap seorang anak lelaki yang baru saja menghampirinya hanya untuk menoyor kepala. Tapi tangan itu langsung ditangkis olehnya. Dia teringat kejadian semalam yang tak mengenakan, atau iya?

 "Sensi amat Lo dre."

 Andre hanya menatap anak itu dan cepat-cepat mengalihkan pandanganya ketika mata mereka bertemu.

 "Ada yang ga beres nih di Andre." Begitu kata Robinson, teman sekelasnya sambil mengusap-usap kepala Andre yang tak suka disentuh.

Lagi-lagi Andre menangkisnya. "Diem ah Bun, gue ga suka."

 

 Robin mengalah dan pergi dari anak sensi itu. Entah apa yang merasukinya hari ini. Padahal di dalam Andre, dirinya sangat tidak beres karena teringat mimpi semalam bersama Robin itu sendiri.

 Dari kejauhan Andre menatap punggung anak itu.

 "Eh, pinjem catetan.. gue mau nyalin juga.." Kata anak itu ke salah satu siswi di kelasnya.

 "Robin ih, makanya kerjain di rumah.."

 "Pliss sekali ajaa, Andre lagi sensi sama gue.."

 Sialan Robin, gue kacau banget hari ini gara-gara dia.

 

...

 Beberapa hari sudah Andre mendiamkan Robin yang tak ada salah itu. Sedangkan Robin terus berusaha mengganggunya meski tak di respon, namun hari ini Robin mengaku kalah karena Andre bersikap begitu dingin dan acuh terhadapnya.

 Seminggu kemudian berlalu.

 

 "Andre" panggil anak-anak gadis di kelas.

Andre yang saat itu sedang duduk di kursi dekat jendela luar sambil mengerjakan tugasnya menoleh kearah mereka.

 "Coba jawab 'ya' begitu."

Dia malah menelengkan kepalanya, dan begitu paham apa yang mereka minta dia baru bersuara. "Ya, ada apa?"

 Gadis-gadis segera memasang wajah terkejut dan mereka mulai membicarakan sesuatu.

 "Gila suaranya berat"

 "Gue salpok, makin ganteng Lo denger ga?"

 Hah? 

Andre memastikan telinganya tidak salah dengar jika mereka sedang membicarakan dirinya. Namun ada benarnya yang dikatakan mereka, di rumah Ibu berkata jika tinggi badan Andre mulai bertambah, dan suaranya semakin memberat sedikit. Kata Ibu itu pertumbuhan jika sudah memasuki masa pubertas.

 "Jadi lo udah puber nih.." Sapa ketua kelas Andre yang saat itu entah tiba dari mana. Bersamanya adalah Robinson yang tak memberi tanggapan apapun dan memasang wajah jengkel.

 "Gue gak tau." Jawab Andre sambil mencari kesempatan untuk melirik temannya, tapi yang dilakukan Robinson adalah sebaliknya, dia memalingkan wajahnya dari tatapan Andre.

 

 Andre sendiri adalah anak yang baru puber terakhir di kelasnya, berbeda dengan dirinya, semua temannya mengalami masa itu di saat mereka masih menduduki bangku SMP. Tapi Andre adalah anak yang sedikit terlambat pertumbuhannya, tubuhnya pun lebih ringan dari orang-orang seusianya, meski dari mereka ada yang memang bertubuh kecil.

 Jangan-jangan ini bener lagi, gue begini karena Robin.

 ...

Begitu bel pulang berbunyi, semua anak segera bangkit dari kursi mereka dan beranjak pulang. Ada yang pergi sendiri, ada yang bersama temannya. Sudah seminggu sejak saat itu Andre dan Robinson tidak bersama. Namun hari ini, Andre ingin berbicara terus terang pada Robinson agar tidak terjadi kesalahpahaman antara keduanya apalagi sampai merusak pertemanan mereka.

 

 "Gue tau Lo pasti kesini."

 

 Saat bel pulang tadi, Andre segera berlari ke sumur belakang gedung kelas. Di sisinya hanya ada semak belukar dan pagar-pagar besi yang memisahkan antara kebun tetangga dengan area sekolah. Disanalah juga seorang Robinson memarkirkan kendaraannya.

Robinson yang berniat pulang dengan santai hari ini malah bertemu sosok menyebalkan bernama Andre itu, dengan tampang manis dan tengilnya dia masih tersenyum disana seperti mendapat sebuah kemenangan. Sedangkan Robinson sendiri tampak acuh tak acuh terhadapnya.

 "Mau apa Lo kesini? Pulang ke sumur?" Ucap Robinson, sedikit mendorong Andre yang menghalangi jalannya kepada motornya.

 

 "Bun, tadi gue mau ngomong sesuatu ke Lo, tapi Lo pergi mulu" Kata anak bersurai hitam itu.

 "Terus." Sangkalnya masih dengan wajah acuh tak acuhya. Robinson mulai menaiki motor dan mengaitkan kuncinya.

Andre dengan tidak tahu diri ikut menaiki motor milik Robinson dan mengaitkan tangan di pinggangnya. Disana Robin begitu terkejut melihat aksinya yang dianggap tidak tahu diri. Andre benar-benar tidak bisa ditebak kelakuannya

 "Ayo pulang." Ucap Andre meminta.

 Robin diam untuk sesaat. Andre yang sudah siap berangkat bersamanya untuk pulang bertanya-tanya mengapa mereka tak jadi jalan.

 "Robin-"

Tiba-tiba Robin meraih tangan milik Andre yang tersangkut di pinggangnya dan mengangkatnya keatas, memberikan sebuah kecupan dalam disana. Tangan Andre merasa tersengat, tapi dia tetap pasrah dalam situasi itu. Baginya, itu cara Robin mengungkapkan ke- kesalannya pada dirinya.

 Namun tiba-tiba dengan sengaja Robin memberi sebuah gigitan disana. Membuat Andre mengaduh kesakitan.

 "Bun, ouch-" lagi dan lagi Robin menghujaninya dengan sengatan yang cukup kasar. Seketika itu membuat Andre teringat sesuatu dan menarik tangannya.

 "Gila! Besok masih pake lengan pendek!"

Andre benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang telah dilakukannya, mengapa dia memberi izin untuk Robin melakukan hal itu?. Sementara itu, Robin segera menaiki standar motornya dan mulai menarik gas untuk jalan. Robin meraih kembali tangan Andre untuk memegang pinggangnya agar tak terjatuh.

 "Sialan." Dengus Andre sementara motor melaju dengan cepat di jalan.

 ...

 

Tidak ada siapapun di rumah singgah Robinson dan selalu begitu. Dia tinggal diasuh oleh kakeknya, sementara beliau sudah sepuh dan Robin harus belajar di kota, dia mengikuti pamannya dan singgah di rumah kontrakan pamannya.

 "Ughh.."

 "Tahanlah icik bos.. kita belum cukup dewasa.."

Plak. Sebuah tamparan ringan menyentuh kulit Andre yang masih dingin terkena angin jalan.

 Tepat di hadapan wajah Andre, disana lah wajah Robinson yang semakin memerah dan memanas. Meski kaget dengan apa yang baru saja temannya lakukan, wajah itu tetap membuat Andre terpesona dan ingin menyentuhnya beribu kali.

 Ohh cantiknya.

Andre mengelus wajah bersih milik Robinson dengan pangkal hidungnya sekaligus menghisapnya beberapa kali. Wangi kulit Robinson yang terkena parfum tubuhnya juga beraroma seperti kulit yang harum alami. Ditambah warnanya yang langsat dan permukaannya yang lembut seperti pantat bayi begitu memuaskan untuk terus dicium dengan mulut dan hidung sekaligus.

 "Maafkan Aku Bun.." Andre meletakkan wajahnya di sela leher Robin.

Mereka bersandar pada dinding tepat setelah menutup pintu rapat-rapat. Dengan punggung Robinson yang bersentuhan pada dinding, dan Andre yang tidak memberikan jarak pada lawannya.

Andre meraih lengan Robinson dan mengaitkannya pada miliknya jari perjari, dan mulai menyelipkan satu kakinya diantara kedua kaki Robin yang menjepit.

 Anak itu mengerutkan keningnya, "Ohh sialan Bunnh-" desah Andre begitu merasakan bagian bawah milik Robin mulai mengeras.

Robin yang terkunci oleh Andre tak mau kalah aksi. Dengan satu tangan lainnya yang tidak disekap, dia meraih kerah Andre dan melepaskan kancingnya satu persatu dengan bantuan oralnya. Hal itu mengakibatkan sentuhan basah pada dada Andre.

Setelah itu terbuka, Robin mulai menjelajahi dada itu dengan menyengat di beberapa titik. Dia membuat beberapa suara basah dengan helaan kenikmatan disamping miliknya terus terusan ditekan oleh Andrey.

 "Ahh Bunn, lihat Aku!"

 Robinson mengangkat kepalanya dengan lidahnya yang masih sedikit terjulur. Matanya yang sayu keleyengan akibat kepanasan itu menatap wajah Andre perlahan.

 Andre membalas tatapan indah Robin dengan alisnya yang tertekuk, "Mau pindah tempat Bun?"

Robin melepaskan tangannya dari genggaman Andre. Dia meraih pinggang Andre dan memeluknya erat. Andre yang tidak tau harus apa karena pertanyaannya belum terjawab hanya menerima semua itu.

 Aku pasti sudah gila.

...

 

 "Bun, lihat ini!"

 "Apaan?"

 "Bagaimana dengan besok? Aku harus pake baju apa untuk menutupi semua ini?" Andre memperlihatkan lengannya yang bercorak ungu kebiruan di berapa titik akibat serangan seokor serangga yang ganas di dekat sumur tadi.

 "Pakai saja lengan panjang, lalu bilang bajumu kehujanan dan belum kering."

 Andre menekuk bibirnya tanda tak setuju dengan Robin. "Kau tak pandai berbohong ya Bun."

Sementara yang disalahkan hanya tersenyum jahil. Andre kemudian bangkit dan memeriksa kotak obat milik Robin, mencari gulungan plester untuk menutupi bekasnya.

 Robin yang melihat kelakuan anak itu menghampirinya dari belakang. Menaruh dagunya di pundak kanan Andre.

 "Besok saja kau pakainya."

 Andre mengelus wajah Robin dengan punggung jarinya. "Aku kan harus pulang, bagaimana jika ibu melihat nanti."

 "Oh, benar." Untuk sesaat, Robin lupa jika Andre masih memiliki orang tua dan tinggal bersama keduanya. Sebelumnya, Robin sudah sering memikirkan bagaimana jika suatu hari mereka tinggal bersama dan menjalani kehidupan seperti biasa hanya berdua. Namun, hari ini pun bukanlah waktu yang tepat. Entah kapan hari itu akan datang, Robin tak pernah tau.

 

 "Dre"

 "Iya Bun?"

Robin diam tak jadi berkata. Sudah hampir setahun lamanya mereka bersama dan ke akraban ini sudah melewati batasnya. Robin ingin bertanya, apakah Andre senang bersamanya atau hanya karena dia kesepian? Bagaimana sikap Andre jika rumahnya baik-baik saja saat ini, apakah dia akan menemukan kesenangan lain dan tak pernah melihatnya?

 Sementara Andre yang sedang sibuk menggunting plester, Robin pergi mengambil buku catatannya. Mulai membuka halaman per halaman yang menjadi tugas rumah untuk dikumpulkan esok hari. Robin sering kali meminjam buku catatan milik Andre karena Andre adalah anak yang cukup unggul di bidang akademik dan memiliki catatan yang lengkap, dibandingkan dirinya yang suka tidur di kelas.

 "Wah, tumben inisiatif belajar."

 "Ada PR bodoh.."

 "Siapa yang bodoh hm??" Tanya Andre menimpali statement Robin.

 "Gue yang bodoh."

Andre segera menghampiri anak itu. Merebahkan tubuhnya di kasur gelaran milik Robin, sementara pemiliknya di lantai. "Lo ga bodoh, cuma males."

 Robin cemberut mendengarya. Andre menemani Robin dalam mengerjakan tugas sekolah sambil sesekali memainkan rambut Robin atau hanya berguling-guling di kasur. Catatan Andre sendiri sedang dipinjam oleh salah satu teman sekelasnya , dan mungkin akan menjadi bahan operan bagi yang lainnya. Dikarenakan perselisihannya dengan Robin kemarin, dia yang seharusnya mendapatkan giliran pertama mencontek buku catatan milik Andre menjadi yang sama sekali tidak mendapatkannya.

 Setidaknya kau mendapatkan ku Robinson.

Hingga hari akan petang, barulah Andre pulang ke rumahnya dengan berjalan kaki dan menaiki taksi. Robin hanya mengantarnya hingga depan rumah, berharap mereka kembali bertemu dengan baik-baik saja esok hari.

 ...

 "Ini, terimakasih ya gan." Sapa Yuma, gadis yang mendapat giliran terakhir buku Andre kemarin.

 "Sama-sama cantik." Jawab Robin mengambilnya untuk Andre.

Andre sendiri terkejut dengan kehadiran tiba-tiba temannya itu. Yuma tertawa kecil dan kembali pergi ke tempat duduknya, sebelumnya dia mengacak-acak rambut Andre yang sudah berantakan itu.

 "Sejak kapan kau datang?" Tanya Andre penasaran.

 "Baru saja. Dan baru kali ini Aku tak melihatmu menangkap ku saat masuk kelas." Celoteh Robin menambahkan ucapannya.

Apa yang dikatakan Robin adalah kebenaran, Andre tidak pernah tidak memerhatikan kapan Robin memasuki pintu kelas. Dan sekalinya Robin hilang dari pandangannya, dia pasti akan mencari ke seluruh penjuru ruangan seperti mencari benda yang hilang.

 "Aku sempat tertidur karena datang terlalu dini, dan Yuma menghampiriku."

 

 "Ohh begitu..." Robin menanggapi Andre sambil melirik buku di tangannya.

Andre yang peka terhadap setiap gerak-gerik Robin memberikan buku itu padanya. "Ini, coba cek dulu yang kemarin."

 Namun tawaran itu justru ditolak mentah-mentah oleh Robin. "Tidak perlu, terimakasih." Katanya menyodorkan kembali buku tersebut.

 "Kemarin lusa Xavier meminjamkan bukunya padaku. Jadi Aku sudah mendapatkan contekan. Oh ya, gue harus ngembaliin itu ke dia."

Robin lalu begitu saja, yang ditolaknya diam mematung untuk beberapa saat, kemudian matanya mulai mencari kembali sosok itu, dan menemukan Robin bersama teman kelasnya yang bernama Xavier itu sedang berbincang. Untuk sesaat Andre merasa tertolak sekaligus tersampingkan.

More Chapters