Cherreads

Chapter 28 - Bab 28: Ingatan yang Hilang, Nama yang Tertinggal

Hening.

Setelah kembali dari Dimensi Hening, langkah Rania terasa berbeda. Ia berjalan seperti biasa, menyapa seperti biasa, bahkan tersenyum seperti biasa.

Namun… ada yang tidak biasa di dalam dirinya.

Kekosongan.

Bukan seperti lupa sarapan atau kehilangan kunci.

Tapi seperti… kehilangan satu ruangan dalam hatinya, tapi tak tahu ruangan itu pernah ada.

---

Reina menatap Rania dengan cemas saat ia masuk ke ruang takhtanya.

“Kau baik-baik saja?”

Rania mengangguk. “Ya. Seharusnya begitu.”

Tapi ketika Arven masuk… Rania hanya menoleh sekilas.

Tanpa detak jantung yang berubah.

Tanpa rasa yang biasanya muncul.

Arven menghentikan langkahnya.

“Rania?”

“Ya?”

Arven mendekat. “Kau tidak merasa… ada yang aneh?”

Rania mengerutkan alis. “Seperti apa?”

Arven menggenggam tangan Rania dengan lembut.

“Seperti ini.”

Rania menatapnya. Lama. Tapi… kosong.

> “Maaf, Arven… aku… tidak mengerti maksudmu.”

Dan saat tangan mereka terlepas, suara itu lebih keras dari jeritan.

Cinta yang hilang.

---

Nazer memperhatikan diam-diam dari tangga utama. Dadanya terasa sesak.

Ia berlari ke ruang belakang, membuka kembali catatan waktu dari masa depan.

Di sana, tertulis:

> “Jika Rania kehilangan ingatan cinta, jalur waktu menjadi goyah. Tapi jika ia mengingat kembali melalui suara anaknya… garis waktu akan terhubung ulang.”

Dan hanya satu kalimat yang harus ia ucapkan:

Nama ayahnya.

---

Sore itu, Nazer mencari Rania di taman waktu. Ia menemukannya duduk sendiri, menatap kolam sihir yang bergelombang lambat.

“Ibu…” katanya pelan, panggilan yang jarang ia ucapkan dengan lantang.

Rania menoleh. “Nazer. Ada apa?”

Nazer menggigit bibir. “Aku ingin tanya sesuatu.”

“Apa?”

> “Kalau seseorang lupa dengan cinta yang pernah ia rasakan… apakah cinta itu benar-benar hilang?”

Rania terdiam. Lalu berkata, “Aku tidak tahu. Tapi yang kurasa… ada sesuatu yang kosong dalam diriku. Tapi aku tidak tahu apa.”

Nazer mengangguk. Lalu menarik napas.

> “Kalau begitu, biar aku mengisi kekosongan itu dengan satu nama…”

> “Ayahku adalah… Arven.”

Rania membeku.

Dan saat nama itu menggema di udara…

Retakan waktu muncul di langit.

---

Di istana utama, lonceng sihir berbunyi tiga kali tanpa sebab. Reina berlari keluar, menemukan Elvaron sudah menatap ke langit.

“Ada yang berubah,” kata Elvaron.

“Retakan waktu… terbuka,” tambah Reina.

Dan dari sana, Bayangan Keempat muncul. Kali ini… tidak hanya sebagai sosok kabut.

Tapi sebagai makhluk utuh.

Tinggi. Gelap. Bermata banyak.

Dan mulutnya… berbicara dengan suara Arven.

> “Rania…”

> “Kau mencintaiku… lalu melupakanku…”

> “Kini… waktunya aku melupakanmu.”

---

Rania terjatuh ke tanah, napasnya tercekat. Suara itu bukan Arven. Tapi seperti… pantulan rasa sakitnya sendiri.

Nazer menggenggam tangan ibunya.

“Ibu, dengarkan aku. Cinta yang sejati tidak akan hilang hanya karena satu kenangan dihapus. Tapi bisa kembali… lewat hati yang memilih lagi.”

Air mata jatuh dari mata Rania.

Ia berdiri perlahan.

Menatap langit.

Menatap Bayangan yang kini menyerap suara dan wajah Arven dalam bentuk palsu.

Dan ia berteriak:

> “Arven! Aku ingat! Aku ingat tatapanmu! Sentuhanmu! Pengakuanmu di menara malam itu!”

Langit bergemuruh.

> “Kau adalah ayah dari Nazer. Bukan karena waktu menulis begitu… tapi karena aku yang memilihmu.”

Cahaya meledak dari tubuh Rania.

Bayangan terlempar mundur.

Dan retakan waktu… menyatu kembali.

---

Arven, yang sedari tadi diam di ujung halaman, berlari ke arah Rania. Ia menggenggam tangannya, penuh air mata.

“Kau ingat aku?”

Rania mengangguk, sambil menangis.

“Tidak sepenuhnya. Tapi aku tahu, jiwaku tidak bisa bohong. Kau bukan bagian dari masa laluku. Tapi dari masa depanku.”

---

Nazer memalingkan wajah, mencoba menyembunyikan senyumnya yang lega.

> “Waktu boleh menghapus banyak hal. Tapi tidak bisa menghapus yang ditanam dalam hati.”

Dan dari langit, sebuah suara terdengar:

> “Jika kalian masih bisa mencinta… maka Bayangan belum menang.”

More Chapters