Cherreads

Chapter 8 - Bab 8: Jejak yang Tertinggal di Antara Waktu

Langit Auralis pagi itu terlihat kelabu. Hujan belum turun, tapi aroma tanah basah terasa di udara. Rania berdiri di depan jendela kamarnya, menatap langit yang seperti hatinya: mendung, bingung, dan penuh pertanyaan.

Ia tidak tidur semalaman.

Setiap kali memejamkan mata, ia melihat dua wajah.

Arven.

Elvaron.

Dan di antara keduanya, ia merasa seperti sehelai daun yang terombang-ambing oleh angin waktu.

---

Pagi itu, Rania diminta datang ke ruang pelatihan khusus kerajaan. Ruangan besar dengan lantai marmer hitam mengilat dan dinding penuh simbol jam dan roda waktu.

Di tengah ruangan, Elvaron berdiri. Matanya memancarkan ketenangan seperti malam yang tak terganggu badai. “Selamat datang, Rania. Hari ini, kau akan belajar membaca waktu.”

“Baca waktu?” Rania mengernyit. “Kayak baca jam digital?”

Elvaron tertawa pelan. Suaranya dalam, seperti alunan nada rendah dari kecapi tua. “Tidak. Waktu tidak selalu berbentuk angka. Kadang ia berbentuk pilihan. Dan kadang... luka.”

Ia mendekat, lalu mengulurkan tangannya.

“Pegang tanganku, dan pejamkan mata.”

Rania ragu. Tapi sesuatu dalam tatapan Elvaron membuatnya… percaya.

Ia meraih tangannya.

Dan tiba-tiba—

“Kamu di mana? Tolong aku…”

Suara anak kecil. Gema tangis. Gambar samar istana terbakar. Seorang wanita berselimut luka menjerit sambil menggenggam sebuah gelang… gelang yang sama dengan milik Rania.

Rania tersentak, melepas genggaman Elvaron.

“Apa itu barusan?!”

“Potongan waktu. Sebuah ingatan masa lalu… atau masa depan. Tak ada yang tahu pasti.”

Rania terdiam. Napasnya memburu. “Kenapa aku melihat itu?”

“Karena kau tidak hanya penjelajah waktu, Rania. Kau adalah penjaga waktu berikutnya.”

---

Sore itu, Rania duduk sendiri di taman istana, mencoba mencerna semua yang ia dengar. Tapi pikirannya terus berputar, apalagi saat seseorang duduk diam-diam di sampingnya.

Arven.

Ia tidak berkata apa-apa pada awalnya. Hanya duduk. Sunyi. Tapi kehadirannya terasa menenangkan.

“Kau terlihat lelah,” ucapnya akhirnya.

“Karena aku memang lelah.”

Arven menatap lurus ke danau kecil di depan mereka. “Elvaron memang menawan. Pintar bicara. Tapi dia bukan tanpa celah.”

“Dan kau juga bukan tanpa tembok,” balas Rania pelan.

Arven menoleh, matanya dalam. “Tembok bisa diruntuhkan. Tapi luka... sulit disembuhkan.”

Rania menggenggam gelangnya. “Aku bukan siapa-siapa, Arven. Aku bahkan nggak ngerti kenapa aku bisa ada di sini. Tapi sejak Elvaron datang, semuanya makin rumit. Seolah waktu memaksaku memilih… padahal aku sendiri masih hilang.”

Arven berdiri perlahan. “Kalau kau harus memilih, bukan karena waktu yang memaksamu. Tapi karena hatimu mulai memberi isyarat.”

Ia lalu pergi, meninggalkan Rania yang kembali terdiam.

Tapi tak lama, Elvaron muncul dari sisi taman lain. Seolah tahu Arven baru saja pergi. Tatapannya teduh, penuh perhatian.

“Kau tak harus memilih sekarang,” katanya pelan. “Tapi jika saat itu datang, aku harap… kau memilih bukan karena masa lalu, tapi karena masa depan yang kau inginkan.”

Rania menatapnya.

Lalu ke langit.

Lalu ke gelang di tangannya, yang kini menunjukkan dua jarum... yang mulai bergerak berlawanan arah.

Satu menuju masa depan.

Satu menariknya ke masa lalu.

Dan ia… berada tepat di tengahnya.

More Chapters