Cherreads

Chapter 13 - 13. Hunter of Tower 2

Beberapa menit sebelumnya.

Di dalam gang kosong dan penuh barang rongsokan. Arvani bersandar pada dinding seraya memperhatikan jam pada layar ponselnya. Ia menanti notifikasi dari Daniel.

Sriiing!

Arvani tersentak ketika sebuah cahaya biru tiba-tiba muncul dari bagian dalam gang, dengan cepat perempuan itu mengumumkan kata 'lepas'.

Kartu yang ia pegang di tangan kirinya langsung mengeluarkan sebuah topeng Kelinci berwarna merah berserta kainnya. Ia memakai topeng itu lalu menunggu secercah cahaya terang tadi berhenti bersinar.

Bruk!

Bersamaan dengan hilangnya cahaya, terdengar suara benda jatuh yang cukup keras. Bermodalkan keberanian dan rasa penasaran, Arvani pun mencoba mendekati seseorang yang terlihat di sana.

'Gegabah itu boleh saja tapi pastikan kau memiliki rencana cadangan.'

Suara Kensei muncul kembali dalam kepala Arvani. Perempuan itu lekas mengeluarkan belati pemberian Ardi. Dengan belati merah kehitaman di tangan kanan, Arvani mulai berjalan mendekat.

"Uhuk! Uhuk! Agh... Dasar orang-orang fanatik."

Langkah Arvani terhenti. Wanita dengan wajah penuh kerutan, rambut coklat terang pendek, dan pakaian kuno sederhana itu terbatuk beberapa kali.

Begitu wanita itu melakukan kontak mata dengan Arvani, muncul rasa bersalah dan kasihan dalam hati perempuan berambut hitam ini.

Akan tetapi, Arvani tak bodoh. Dia sudah sering melihat orang menyesal atau mati karena kasihan pada orang lain. Ia pun sengaja memperlihatkan belatinya lebih jelas kepada wanita tua itu.

Wanita itu terkekeh. "Apa aku harus memohon agar kau membiarkanku hidup, wahai Kelinci Merah?"

Ucapan Daniel yang menyuruh Arvani bersikap sesukanya pun muncul sekilas. Arvani menyimpan kembali belatinya lalu berbalik membelakangi wanita itu dan berjalan menuju pintu gang.

"Tu-tunggu! Kau benar akan membiarkanku hidup?"

Arvani berhenti. Ia berbalik sedikit dan ketika hendak bertanya siapa identitas wanita itu, Kensei menjawab lebih dulu.

'Dia adalah mantan Viarki. Kalau kau membunuhnya orang-orang akan segan padamu.'

Mata hitam Arvani memperhatikan tatapan Kareen yang terlihat tak berdaya.

"Balum ada alasan untuk membunuhmu."

Sebelum pergi, Arvani mengambil sebuah kantung plastik dari jaketnya lalu melemparkannya ke dekat Kareen. Dari kantung plastik hitam itu keluar beberapa bulir kacang tanah rebus.

"Apa ini?" Tanya Kareen dengan tatapan waspada.

"Makan saja kalau ingin racun di tubuhmu tidak menyebar luas."

Suara tawa yang menyedihkan pun terdengar dari Kareen. Ini pertama kalinya ada seseorang yang kasihan pada dirinya yang merupakan mantan Viarki. Mata kuning dan biru wanita itu memperhatikan pergelangan tangannya yang terdapat bintik-bintik merah akibat racun dari orang-orang yang ingin membunuhnya.

"Aku tidak suka berhutang Budi."

Dengan susah payah, wanita itu bangkit. Dia menatap mata hitam Arvani yang dapat dilihat dari lubang topeng.

Angin kencang berhembus dan bersamaan dengannya sosok Kareen lenyap bersama kantung keresek berisi kacang tanah pemberian Arvani. Perempuan berambut hitam itu melirik gelang di tangan kirinya, pemberian dari Kareen.

'Aku harus memberitahu Bos.'

.

.

.

Kembali ke masa kini, terlihat Daniel yang sedang mendaftar sebagai calon Hunter solo. Keributan kecil pun terdengar saat orang-orang —beberapa mungkin seorang wartawan melihat kedatangan sang Kelinci Merah yang sempat menghebohkan dunia Maya karena aksinya.

Daniel meminum kopi susunya santai lalu berjalan masuk ke dalam menara melewati sebuah terowongan gelap.

Setelah beberapa saat berjalan pria itu dihadapi rintangan pertama bagi calon Hunter. Dihadapan pintu besi seberat 1 ton itu, Daniel berpikir.

"Arvani pasti tidak sadar kalau dirinya bisa membuka pintu ini dengan mudah."

"Dia masih terlalu takut. Sebagai Guildmaster-nya aku harus membuat Arvani menjadi lebih baik."

Butuh satu tangan dan sedikit tenaga bagi Daniel untuk membuka pintu besi tersebut. Seraya berjalan masuk Daniel mencoba menebak-nebak alasan kemunculan mantan Viarki, Kareen Paleis di depan Arvani.

Wanita itu tidak memiliki dendam terhadap Kelinci Merah, jadi besar kemungkinan ini hanya kebetulan semata.

"Kurasa dia akan aman selama belum memasuki lantai 20," gumam Daniel.

Pria itu mengeluarkan ponselnya, menekan nomor telepon milik Arvani, mengirimkan satu kalimat singkat lalu memblokirnya.

"Selamat berjuang, Arvani."

Di sisi Arvani.

Setelah memberikan uang pendaftaran dan nama samarannya, Arvani pun memasuki lorong. Melihat tidak ada satupun gagang pintu atau lubang kunci, Arvani menebak dirinya harus mendorong pintu ini.

Perempuan itu sedikit gugup. Namun, mengingat keseharian Mariposa dan Ardi yang hidup enak karena resmi menjadi Hunter membuat semangatnya berkobar.

Arvani menggunakan kedua tangannya untuk mendorong.

"Demi gaji bulanan dan hidup enak!" Ia berteriak dalam hatinya.

Perlahan, pintu besi seberat 1 ton itu mulai bergerak sedikit demi sedikit dan pada akhirnya terbuka lebar seolah mengijinkan telah Arvani untuk menaiki menara.

"Benar kata Mariposa, tubuh seorang pemilik miracle memiliki kekuatan fisik lebih tinggi dari manusia biasa walaupun miracle mereka tidak berhubungan dengan fisik," gumam Arvani seraya menatap telapak tangannya.

'Mau sampai kapan kau membuang waktu? Cepat masuk.'

Suara Kensei muncul dan merusak suasana hati Arvani.

Perempuan berambut hitam itu hanya bisa menghela nafas pasrah. Selama 1 bulan latihan, Kensei sudah mengajarkan 3 bentuk teknik berpedang khasnya. Bohong kalau Arvani bilang ia tidak ingin menguji teknik berpedangnya itu.

Sesudah membuka pintu Arvani mendengar suara pesan dari Daniel. Pesan itu berisi kalimat singkat yang menyuruh Arvani untuk bertemu di lantai 20.

Arvani terus melangkah maju setelah menyimpan ponselnya kembali. Dia sudah menebak Daniel akan membiarkannya begitu saja. Ini persis seperti nasihat Kensei.

'Kau itu lemah karena terlalu bergantung pada orang lain.'

Area tantangan di lantai pertama memiliki pemandangan hamparan rumput ilalang dengan beberapa tumpukan bebatuan. Luasnya mungkin sekitar 10 kilometer. Tempat ini juga memiliki langit, dengan cahaya matahari sore tanpa awan.

[Bunuh monster yang ada di ruangan.]

Sebuah hologram raksasa muncul di tengah-tengah lantai dari kotak besi hitam besar.

Walau sempat bingung Arvani langsung tersadar ketika mendengar suara sekelompok calon Hunter yang sedang berburu monster.

Arvani melirik belati di saku celananya.

"Mereka tidak memberitahu jenis monster yang harus dibunuh, itu berarti aku bebas memilihnya. Mari pilih monster yang mudah di tangkap," batin Arvani.

Begitu memasuki area tantangan, Arvani bisa merasakan beberapa tatapan mata yang tertuju padanya.

"Apa itu musuh? Atau sekadar orang kepo?"

Arvani mengeluarkan belatinya dan mulai berkeliling dengan langkah ringan. Ia memperhatikan bagaimana banyak calon Hunter memilih untuk membentuk kelompok, saling melindungi dengan keyakinan bahwa mereka akan dihadapkan pada monster ganas.

Tiba-tiba, angin kencang menyapu seluruh area. Kabut samar melayang tipis di udara.

Jumlah monster yang awalnya bisa dihitung dengan jari, kini bertambah banyak. Jenisnya pun makin beragam. Namun, langkah Arvani justru terhenti ketika melihat satu sosok yang tidak seperti monster lain.

Seorang anak perempuan kecil berdiri tak jauh darinya.

Gadis itu tampak tak lebih dari sepuluh tahun, dengan rambut kusut, pakaian compang-camping, serta telinga dan ekor kucing yang membuatnya terlihat seperti manusia setengah hewan. Mata kuning gadis itu menatap Arvani tanpa rasa takut, seolah tahu ia sedang diadili, namun tetap memilih berdiri di sana.

Arvani menelan ludahnya. Belati di tangannya terasa berat.

“Kau… apa benar kau monsternya?”

Anak itu hanya diam, menunduk perlahan, lalu tersenyum. Tapi senyumnya bukan senyum polos anak-anak. Itu adalah senyum pahit—seperti seseorang yang tahu ia akan dibenci, apa pun yang ia lakukan.

'Ini adalah ujiannya. Jangan ragu.'

Suara Kensei terdengar

Tantangan di lantai ini bukan hanya kekuatan. Tapi keberanian untuk mengorbankan rasa kasihan.

More Chapters