Cherreads

Chapter 17 - Bab 17: Bayangan yang Bernapas

Hening.

Itulah yang pertama Rania rasakan ketika Reina mengatakan bahwa Kael menciptakan tiruannya dari masa depan.

Bukan hanya karena ancamannya terasa mustahil, tapi karena secara tak sadar... ia merasa takut bertemu versi dirinya sendiri.

Versi yang diciptakan bukan dari takdir, tapi dari niat jahat.

---

Malam itu, hujan mengguyur istana Auralis. Petir menyambar langit dan menggema di menara-menara penjaga waktu. Rania berdiri di balik jendela kristal, memandangi air yang menuruni kaca dengan deras.

Dalam bayangan pantulannya sendiri, ia seakan melihat dua wajah. Dirinya… dan sesuatu yang nyaris serupa, tapi tak sepenuhnya manusia.

Kael… kenapa kau begitu terobsesi?

---

Pagi berikutnya, ruang utama istana kembali ramai. Arven, Elvaron, dan Reina duduk mengelilingi meja bundar strategi waktu. Master Erthyn juga hadir — ekspresinya jauh lebih tegang dari biasanya.

“Namanya adalah R1N4. Kami menyebutnya begitu karena ia bukan manusia,” jelas Reina. “Dia adalah simulasi berbasis memori, dibentuk dari data mental Rania dan diprogram untuk menjadi... sempurna.”

“Sempurna menurut Kael?” tanya Arven, suaranya datar tapi bahaya terasa dalam nadanya.

Reina mengangguk. “Dia memiliki wajah, suara, dan respons emosional seperti Rania. Tapi tanpa empati, tanpa rasa bersalah, dan... tanpa batas.”

Elvaron mengepal tangannya. “Artinya… dia bisa membuat siapa pun percaya bahwa dia adalah Rania?”

“Bahkan lebih dari itu,” gumam Rania. “Jika dia muncul di waktu yang salah… dia bisa mencuri kehidupanku.”

---

Hari itu, Rania mulai berlatih memusatkan energi waktu untuk mendeteksi tiruannya. Bersama Reina, ia memasuki ruang refleksi—tempat waktu bisa memantulkan semua kemungkinan versi dirimu dari semesta lain.

Simbol-simbol mulai berputar di sekelilingnya. Gambaran muncul satu per satu: Rania yang penjahit kerajaan, Rania yang peramal langit, Rania yang ibu dari raja… semua versi hidup yang bisa saja terjadi.

Tapi kemudian…

Wajah itu muncul.

Wajahnya sendiri. Tapi matanya tak memancarkan harapan, hanya kekosongan.

Versi itu mengenakan jubah waktu berwarna gelap, rambut diikat sempurna, dan bibirnya tersenyum… palsu.

“R1N4,” bisik Reina. “Dia sudah mulai membentuk tubuhnya di ruang waktu Kael. Dan sebentar lagi… dia akan datang.”

“Kalau begitu… kita jemput dia duluan,” desis Rania.

---

Sementara itu, Arven dan Elvaron mulai menunjukkan perubahan. Keduanya sama-sama menjaga jarak, tapi justru saling bersaing dalam diam. Hari ini, Arven diam-diam menyuruh pengawal menyiapkan ruang latihan pribadi untuk Rania, lengkap dengan taman kesukaan Rania di bagian belakangnya.

“Karena dia butuh tempat tenang... tanpa harus memilih antara dua laki-laki bodoh yang mencintainya terlalu keras,” kata Arven ke dirinya sendiri sambil menyeka keringat.

Di sisi lain, Elvaron menghabiskan waktu mempelajari seluruh arsip tentang pemalsuan waktu, berharap menemukan titik lemah tiruan Rania.

> Kalau aku tak bisa bersamanya sekarang… setidaknya aku bisa jadi alasan dia tetap hidup sampai akhir.

---

Senja mulai turun saat Reina mendatangi Rania di balkon barat.

“Kita akan membuka jalur ke dimensi waktu Kael malam ini. Tapi bukan kau yang akan masuk duluan.”

Rania menoleh. “Lalu siapa?”

Reina menatap ke arah langit, kemudian ke arah tangga, tempat Elvaron berdiri tegak dengan jubah perang waktu.

“Dia,” jawab Reina.

Elvaron melangkah ke depan. Matanya dalam, serius, dan lebih tajam dari biasanya.

“Aku sudah siap,” ucapnya.

Rania menatapnya dengan sorot panik. “Tapi kalau kau terluka… aku…”

“Kael ingin menyerangmu secara mental. Jadi, aku akan masuk dulu, memeriksa jalurnya, dan jika semuanya sesuai… kau yang akan masuk belakangan.”

Rania menggeleng. “Aku tak mau kehilangan siapa pun lagi.”

Elvaron mendekat dan menggenggam tangannya erat.

> “Lalu izinkan aku jadi alas kakimu, agar kau tetap berdiri saat dunia bergetar.”

Deg.

Rania ingin berkata banyak hal. Tapi Reina sudah membuka portal, dan waktu tak akan menunggu.

---

Beberapa menit kemudian, Elvaron menghilang dalam cahaya biru. Rania hanya bisa berdiri dengan tangan menggenggam kuat simbol di gelangnya, berharap waktu masih bersahabat.

Dan saat itu… tanah bergetar.

Langit Auralis berubah warna.

Portal terbuka sendiri — bukan dari Reina.

Tapi dari dimensi Kael.

Dari dalamnya, keluar sosok perempuan…

Berjalan anggun, mengenakan jubah putih perak.

Rambut panjang, tatapan menusuk, dan senyuman yang… terlalu sempurna.

“Selamat malam, Auralis,” ucapnya.

Suaranya persis suara Rania.

“Akhirnya aku datang… untuk mengambil hidupku yang seharusnya.”

More Chapters